IBM mendefinisikan e-readiness adalah
ukuran
kualitas infrastruktur informasi dan
teknologi
komunikasi suatu
negara dan kemampuan para konsumen,
bisnis dan pemerintah untuk menggunakan.
Menurut apdip.net, e-readiness secara umum didefinisikan sebagai tingkat
dimana masyarakat disiapkan untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital dengan konsep
dasar ekonomi digital yang
dapat membantu untuk membangun menuju masyarakat yang lebih baik.
Menurut Choucri (2003), e-readiness didefinisikan sebagai kemampuan
untuk mengejar peluang penciptaan nilai yang difasilitasi dengan menggunakan
internet. E-readiness adalah kemampuan dari suatu departemen, organisasi atau workgroup untuk berhasil mengadopsi, menggunakan dan memperoleh manfaat dari TIK seperti e-bisnis.
E-readiness penting bagi perusahaan yang berupaya
mengadopsi e-bisnis untuk
melaksanakan analisis dan memastikan
implementasi yang produktif dan bermanfaat dari e-bisnis.
Untuk
menilai apakah suatu organisasi sudah siap atau tidak dalam memasuki dunia
e-bisnis, sering digunakan metode campuran atau metode triangulasi.
Triangulasi
menggabungkan dua kekuatan besar pendekatan penelitian.
Triangulasi
berkembang tidak
hanya terbatas pada penggunaan data (kuantitatif dan kualitatif), tetapi
menjadi paradigma baru, yaitu dengan cara mengobservasi
sesuatu dari
berbagai sudut padang dan
perspektif
yang berbeda untuk
mendapatkan suatu kebenaran
atau keakuratan.
Metodologi
triangulation yang menggunakan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif
diadopsi untuk pengembangan model e-readiness yang
mengkaji kesiapan organisasi untuk implementasi e-bisnis.
Dengan
menggunakan metode ini, teori dapat diimbangkan secara kualitatif dan diuji
secara kuantitatif.
Model
triangulation
meningkatkan validitas dan
realibilitas data, karena kekuatan dari satu pendekatan dapat mengkompensasi
kelemahan lain.
Baca juga :
No comments:
Post a Comment